Senin, 20 Februari 2012

Simthu Ad Duror


Sebut saja nama Al Habib bin Ali bin Muhammad al Habsyi. Beliau  adalah seorang ulama penyusun Simthu ad duror, yang mana isi kitab tersebut berupa manaqib tentang Rasululloh SAW. Simthu ad duror selalu dibaca oleh para jamaah majlis-majlis ta'lim dan pada peringatan maulid nabi SAW. Beliau dilahirkan di Hadhra Maut, tepatnya di Qosam pada hari Jumat 24 Syawal 1259 H. Beliau dibesarkan di bawah asuhan dan pengawasan kedua orang tuanya; ayahandanya yaitu Al-Imam Al-Arif Billah Muhammad bin Husin bin Abdullah Al-Habsyi dan ibundanya yaitu As-Syarifah Alawiyyah binti Husain bin Ahmad Al-Hadi Al-Jufri, yang pada masa itu dikenal sebagai seorang wanita yang solihah dan sangat bijaksana.
Pada usia yang sangat muda, Habib Ali Al-Habsyi telah mempelajari dan mengkhatamkan Al-Quran serta berhasil menguasai ilmu-ilmu dzahir dan batin sebelum mencapai usia dewasa. Oleh karenanya, sejak itu beliau diizinkan oleh para guru dan pendidikannya untuk memberikan ceramah-ceramah dan pengajian-pengajian di hadapan khalayak umum, sehingga dengan cepat sekali beliau menjadi pusat perhatian dan kekaguman, serta memperoleh tempat terhormat di hati setiap orang. Kepadanya juga diserahkan tampuk kepimpinan setiap majlis ilmu, lembaga pendidikan serta pertemuan-pertemuan besar yang diadakan pada masa itu.
Selanjutnya, beliau melaksanakan tugas-tugas suci yang dipercayakan dengan sebaik-baiknya, menghidupkan ilmu pengetahuan agama yang sebelumnya banyak dilupakan oleh masyarakat, serta mengumpulkan, mengarahkan dan mendidik para siswa agar menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh, di samping itu juga membangkitkan semangat mereka dalam mengejar cita-cita yang tinggi dan mulia.
Untuk menampung mereka, dibangunnya Masjid “Riyadh” di kota Seiwun (Hadhra Maut), pondok-pondok dan asrama-asrama yang dilengkapi dengan berbagai sarana untuk memenuhi keperluan mereka, termasuk soal makan dan minum, sehingga mereka dapat belajar dengan tenang dan tenteram, bebas dari segala pikiran yang mengganggu, khususnya yang bersangkutan dengan keperluan hidup sehari-hari.
Bimbingan dan asuhan beliau seperti ini telah memberinya hasil kepuasan yang tak terhingga dengan menyaksikan banyak sekali di antara murid-muridnya yang berhasil mencapai apa yang dicita-citakan, kemudian meneruskan serta menyiarkan ilmu yang telah mereka peroleh, tidak hanya di daerah Hadhra Maut, tetapi tersebar luas di beberapa negeri lainnya, misalnya di Afrika dan Asia, termasuk di Indonesia.
Di tempat-tempat itu, mereka mendirikan pusat-pusat dakwah dan penyiaran agama, mereka sendiri menjadi perintis dan pejuang yang gigih, sehingga mendapat tempat terhormat dan disegani di kalangan masyarakat setempat. Pertemuan-pertemuan keagamaan diadakan pada berbagai kesempatan. Lembaga-lembaga pendidikan dan majlis-majlis ilmu didirikan di banyak tempat, sehingga manfaatnya benar-benar dapat dirasakan dalam ruang lingkup yang luas sekali.
Beliau meninggal dunia di kota Seiwun Hadhra Maut, pada hari Ahad 20 Rabi'ul Akhir 1333 H dan meninggalkan beberapa orang putra yang telah memperoleh pendidikan sebaik-baiknya dari beliau sendiri, dan meneruskan cita-cita beliau dalam berdakwah dan menyiarkan agama.
Di antara putra-putra beliau yang dikenal di Indonesia ialah putranya yang bungsu; yakni Al-Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi, pendiri Masjid “Riyadh” di kota Solo (Surakarta). Dia dikenal sebagai pribadi yang sangat luhur budi pekertinya, lemah-lembut, sopan-santun, serta ramah-tamah terhadap siapa pun terutama kaum yang lemah, fakir miskin, yatim piatu dan sebagainya. Rumah kediaman beliau selalu terbuka bagi para tamu dari berbagai golongan dan tidak pernah sepi dari pengajian dan pertemuan-pertemuan keagamaan. Beliau meninggal dunia di kota Palembang pada tanggal 20 Rabi'ul Awal 1373 H dan dimakamkan di kota Surakarta.
Banyak sekali ucapan Al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi yang telah dicatat dan dibukukan, di samping tulisan-tulisannya yang berupa pesan-pesan ataupun surat-menyurat dengan para ulama di masa hidupnya, juga dengan keluarga dan sanak kerabat, kawan-kawan serta murid-murid beliau, yang semuanya itu merupakan perbendaharaan ilmu dan hikmah yang tiada habisnya.
Dan di antara karangan beliau yang sangat terkenal dan dibaca pada berbagai kesempatan di mana-mana, termasuk di kota-kota di Indonesia, ialah risalah kecil ini yang berisi kisah Maulid Nabi Besar Muhammad SAW dan diberi judul “Simthu ad duror Fi Akhbar Maulid Khairil Basyar wa Ma Lahu min Akhlaq wa Aushaf wa Siyar (Untaian Mutiara Kisah Kelahiran Manusia Utama; Akhlak, Sifat dan Riwayat Hidupnya).
Konon menurut cerita,  di wajah beliau tepatnya di bawah kantung mata ada garis hitam. Garis hitam tersebut adalah bekas linangan air mata yang selalu mengalir saat beliau mengenang dan mengingat baginda Rosululloh SAW. Karena rasa sangat cintanya kepada Rosululloh SAW beliau menyusun kitab Simthu ad duror dengan air mata darah. Dan kerinduannya yang begitu memuncak.
 
Maraknya Simthu ad Duror Masa Kini
 
Dalam setiap kesempatan kitab Maulid Simthu ad duror selalu dibaca oleh kaum muslim, khususnya warga Nahdhiyyin. Hal ini dilakukan bersamaan dengan bacaan sholawat dan qosidah/lagu pujian terhadap Rasullah SAW dan sampai sekarang pun masih tetap dilestarikan. Pada saat sholawat dan qosidah dilantunkan juga diiringi dengan alunan musik ritmis rebana. Musik ritmis yang diiringi sholawat dan qosidah ini kemudian dikenal dengan nama Rebana Duror. Jadi rebana duror itu sendiri diambil dari nama kitab maulid yang dibaca yaitu Simthu ad duror
            Shalawat Simthu ad duror bisa juga dikategorikan dalam kategori budaya. Karena pada dasarnya budaya merupakan suatu cara hidup atau budi daya yang berkembang dan dimiliki oleh sebuah kelompok agama dan diwariskan dari generasai ke generasi. Begitu juga dengan Shalawat. Melihat begitu antusiasnya masyarakat kepada shalawat Sintud duror, serta maraknya para pecinta shalawat, menjadikan shalawat ini dengan mudah dikenal dimana-mana. Bahkan di setiap acara banyak juga yang diisi dengan shalawat Simthu ad duror, tidak hanya ketika Pengajian Maulid Nabi atau Isra' dan Mi'raj saja. Hal itu dikarenakan banyaknya para fans-fans Habib Syaikh atau biasa disebut Syaikher Mania. Selain itu, ada juga yang benar-benar mengharapkan syafa'at dari Rasulullah saw atau sekedar menyukai alunan musiknya..
            Para Syaikher Mania tidak hanya dari kalangan orang tua atau remaja saja, bahkan sampai anak-anak kecilpun juga demikian. Kecintaan dan kerinduannya kepada Nabi ditunjukkan dan dibarengi melalui kesenian musik.(Mila/Anis)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar